Penulis
amati sepak terjang pemulung di perkotaan dan
hiruk-pikuk kehidupan masyarakat
perkotaan. Inilah yang menginspirasi penulisan puisi yang berjudul “ NASIB PEMULUNG “
NASIB PEMULUNG
Mutiara-mutiara
masih tersimpan di dedaunan
Pintu
gerbang gedongan tampak tertutup rapat
Sepi
sunyi senyap bak kampung mati
Yang
tampak tulisan pada gerbang gedongan
Tulisan
penuh kesombongan dan menakutkan
“Awas anjing galak!”
Dia
telah melakoni perjuangan hidupnya
Tatkala
mentari membakar dunia dengan
keganasannya
Cita-cita
kemewahan terbakar sudah bersamanya
Nasibnyapun
tergilas bersama perputaran roda-roda hitam di aspal
Kesejahteraannya
terkubur oleh debu-debu dan asap solar
jalanan
Gelap
hitam kelam
Ada
sedikit asa terselip di ujung gancaunya
Dijaring
dengan karung-karung usang di punggungnya
Tatkala
mentari menjelang permisi dengan bumi
Dia
berdiri tegap di tepi jalan memandang
tajam
Kaum
berdasi berkemas diri
Membawa
segudang rezeki
Mungkin
hasil cuap-cuap
Mungkin
hasil peras otak dan tenaga
Mungkin
hasil mengotaki orang tak berotak
Bisa
jadi hasil merampok kas negeri
Sisa
–sisa sinar mentari ditatapnya dengan penuh harap
Kabut
debu-debu kota menutup rapat
pandangannya
Dia
berpasrah dalam dekapan senja
Tak
ada kata sejahtera
Yang
ada sebungkus nasi menjelang basi sisa siang tadi
Tatkala mentari dalam peraduannya
Dipandangi atap nun jauh di atas sana
Sedikit
kartika menyapa dirinya
Gelisahnya
semakin tak berujung
Dengkuran
penghuni gedongan mendarat ditelinganya
Bagaikan
ribuan deburan ombak dan gelombang pantai
Sinar
purnama malam itu tak sudi menyapa
Gelap
gulita, Lilin tak ada
Gemerlap lampu disco warna-warni
Dengan
alunan lagu yang membuat lalai makna
kehidupan
Di
pandangnya dari kejauhan
Hatinya
tersayat-sayat
Sanubarinya
terkoyak dalam sekali
Dia
adalah seorang pemulung
Nasibnya
tergulung roda-roda
Berjalan
dalam lautan peluh
Rezekinya terbungkus airmata
----***-------
Bandar
Lampung Juni 2015
Penulis
: Sunarwan
No comments:
Post a Comment